Minggu, 23 Maret 2014

Surat Kalbu Untuk Mu

(Arena Nur)

Malam ini tidak pernah sama dengan malam sebelumnya, saat aku masih di hatimu.
Aku masih terbaring lemah dengan segala ikatan yang menjeratku. Memandang purnama di sebalik daun jendela. Aku menikmatinya seorang diri dalam malam pekat sepi tanpa siapapun di sampingku. Semua terlelap dalam mimpi-mimpi yang sengaja di ciptakan. Namun kini aku merasa, Tuhan lebih dekat denganku.
Ceriaku semakin memudar. Aku berkamuflase menjadi seorang yang terlahir kembali dengan balutan salju yang dinginnya tiada terkira. Hariku bertambah hening di atas sikap diamku dalam seribu bahasa. Aku memang tak pernah ciptakan tangis lagi, terkecuali saat aku bersimpuh di hadapan-Nya dalam doa panjang.

Malam ku perlambat kepergiannya.
"Mengapa?"
Ya, selalu bertanya mengapa pada hatiku. Tapi jawaban yang aku temukan adalah kenyamanan. Kenyamanan dimana aku tak harus memakai topeng ketegaran, dimana aku tak harus membendung setiap debit air mata yang ingin aku alirkan melalui kedua celah labium mata dan pipiku, dimana aku tak harus berpura-pura tertawa sedang tangis ku bendung sendiri, mungkin juga dimana aku tak ingin melihatmu bahagia sementara alasan bahagiamu sudah bukan aku-lagi-.


Harus ku akui. Hatiku berkali-kali hancur tatkala ingatanku merujuk pada saat dimana engkau katakan perpisahan tanpa sebuah alasan yang kau beritahukan padaku. Luka itu kembali menganga sebelum ia benar-benar kering ketika aku tak bisa menulikan telingaku dari semua kabar tentangmu, dan dia yang kau pilih kini, sesaat setelah kau putuskan untuk berakhir dan berlalu pergi. Kepingan-kepingan hati yang telah berhasil ku kumpulkan sebagian, ia kembali berhamburan, tercecer semakin merebak ke seluruh ruangan.

Dan ingatkah engkau pada mawar berduri?
Puzzle hatiku kembali semrawut hancur padahal ia masih belum terselesaikan tatkala aku kembali memutar rekaman ketika engkau berkata bahwa aku adalah mawar, engkau akan terus menggenggamnya walau ada banyak duri yang tersebar pada batangnya yang menusuki tanganmu, engkau tidak akan membiarkan ia layu sebelum di masanya, engkau tidak akan membuat ia jatuh pada genggaman lain, walaupun memang begitu engkau akan mengambilnya kembali meski tempat itu sulit kau jamah, dan engkau berkata, apabila mawar itu layu, maka itulah akhir dari dirimu. Engkau mungkin lupa pada serangkaian kata ini. Tapi itu hanyalah serangkaian kata yang tak berarti bagimu, namun berarti bagiku. Dan mawar itu kini layu, kelopaknya tak lagi indah, bahkan ia berguguran menyentuh tanah, daunnya melayang tanpa arah, bahkan nyaris mati atau memang kini sudah mati.

Bertahun hatiku tak tergambar lagi. Ia seperti tak utuh, dan sulit aku kembalikan utuh.
Tapi... Tahukah engkau?
Aku tak pernah menemukan alasan untuk membencimu. Juga, tak pernah ku dapati alasan untuk tidak selalu menyayangi dan mencintaimu. Yang bisa aku lakukan hanyalah terus menikamnya agar ia tak sampai padamu, melumpuhkan dan menidurkannya agar ia tak keluar dari hatiku. Aku memendamnya lebih dalam lagi, sampai pada ruangan yang tak terjamah, terkecuali Allah yang mengetahuinya.

Aku berpikir, aku harus melupakan dan menjauhimu. Tapi ternyata aku tak harus bersusah-susah melakukan itu semua. Karena tanpa aku melakukannya, engkau telah melakukan itu terlebih dahulu padaku. Engkau menjauhiku, dan mungkin sampai melupakanku karena di saampingmu telah ada penggantiku, dia, yang aku rasa ia lebih baik segalanya dariku. Sampai aku menenggelamkan diri bersama kebisuanku.

Aku tahu, aku tidak bisa menahanmu lebih lama, seperti halnya pagi yang tak bisa menahan embun terus ranum bergelayut di antara ranting-ranting patah, karena siang harus selalu datang, atau langit yang tak mampu menawan senja menari di kampas sore, karena malam segera menjelang. Seperti itu pula yang tidak bisa aku lakukan terhadapmu. Aku tak bisa mempertahankan dan memaksakan ke-egoisanku agar engkau selalu disini dan memilihku selamanya.

I-K-H-L-A-S, aku mengejanya dengan mudah. Satu kata sederhana yang terdiri atas enam huruf berbeda yang di padukan. Ia memang sederhana, namun begitu sulit untuk melakukannya, tidak semudah aku mengejanya. Jalan yang harus ku tempuh begitu berliku untuk sampai padanya. Bahkan aku masih belum berhasil untuk sekedar menyentuhnya. Namun aku harus tetap mencapainya. Dan aku selalu bergumam dengan hatiku sendiri "Laa tahzan, Innallaha ma'ana", hingga aku terbiasa dengan luka lara dan kenangan bahagia yang kau tinggalkan.

Aku terus melanjutkan separuh jalan hidupku dengan tertatih penuh kepastian. Langkah demi langkah, aku terus mendekatkan diri pada Allah, hingga tak ingin sedetikpun jauh dari-Nya. Dan aku terus mempelajari hidup dan kematian yang abadi.

Aku selalu berkaca pada diriku sendiri, melihat latar belakang hidupku. Mungkin putusanmu adalah suatu kebaikan untuk kita, terlebih itu untuk mu. Aku melihat bahwa aku tidaklah pantas untukmu. Engkau baik, sementara aku tidak cukup baik. Aku hanya akan menyusahkanmu. Simpulan itu yang aku tarik dan eratkan setelah aku melihatmu dengan dia. Engkau memiliki begitu banya kelebihan, begitu pula dengan dia yang jauh lebih baik dariku. Ku gunakan kata usai darimu untuk memperbaiki diri, meski aku masih belum di katakan baik. Jangankan untuk disebut sebagai bidadari dunia, untuk bergelar shalehah pun rasanya aku belum pantas, dan masih jauh dari kata pantas menerimanya.

Namun disamping itu, ada yang lebih utama, yakni larangan Allah. Kita sudah melanggarnya, dan jika tak segera di usaikan, mungkin kita akan semakin jauh terjebak dalam lembah dosa yang akan membuat kita terlempar ke neraka jahanam dan semakin jauh pada surga-Nya. Walau iya dikata, intensitas pertemuan kita teramat jarang sekali, kita tak sampai melakukan hal yang lebih di benci Allah lagi, kita hanya saling memberikan motivasi, membantu dalam kesulitan, dan sesekali bercanda di pesan-pesan singkat yang terkirim dengan perantara signal selular. Tapi, tetap saja Allah membenci itu. Untuk itu, aku ingin berterimakasih padamu yang sudah mau menyelamatkan kita, menyelamatkan aku meski teramat perih yang aku rasakan.

Di setiap detiknya, aku berusaha menerima semua ini. Lagi-lagi aku gagal untuk sepenuh hati. Entah ada apa, dan apa yang terjadi. Ada banyak orang baru hadir dalam hari-hariku tanpamu-lagi-. Merka adalah orang yang dekat denganmu, mengetahuimu, meski tidak dengan mengetahui hatimu. Mereka memberikan aku berbagai macam informasi dan deskripsi tentangmu.

Mereka meberitahukanku tentang duka mu, keadaan burukmu, tanpa disadari air mataku menetes begitu saja. Rasanya ingin sekali aku berada di sampingmu, membantumu, atau sekedar mendengar keluh-kesahmu. Tapi apa mahu dikata, tidak banyak yang dapat aku lakukan karena engkau telah memiliki dia, atau bahkan mungkin engkau tidak menginginkanku, terkecuali aku hanya bisa mendoakanmu dan membantumu dari kejauhan.

Saat mereka berkata bahwa engkau bahagia, hatiku teramat senang mendengarnya. Namun berkali pilu harus tertahan di antara bahagia itu kala aku mengetahui alasannya, dimana alasan itu tidak aku harapkan. Aku berkali-kali hancur untuk mendengar dan melihatnya. Sekali lagi, hanya ikhlas dan berbesar hati yang dapat aku lakukan. Allah mungkin ingin mengujiku.

Cukup lama hal itu mendampingi langkahku, hingga akhirnya engkau kembali hadir dan menampakkan dirimu kembali di hadapanku.
Engkau beritahukan alasanmu atas kepergianmu dahulu.
Aduhai, mengetahuinya benar-benar membuatku terjatuh dan terkapar lemah tak berdaya. Hanya karena kekurangan yang aku miliki engkau pergi. Hanya satu keadaan dari diriku engkau sampai tikamkan pedang yang teramat membunuh hatiku. Andai engkau tahu, pernyataan itu membuatku semakin tenggelam dan membinasakan diri dari setiap insan-insan yang selama ini berada di sekelilingku.
Sewajarnya, aku pesti akan membencimu. Engkau menghancurkan pengharapanku. Tapi untuk kesekian kalinya, aku tak menemukan alasan untuk membencimu, dan berhenti untuk mencintai dan menyayangimu.

Tidak hanya alasan yang kau bawa seraya kembalinya dirimu. Engkau juga menyesali atas apa yang engkau lakukan padaku tempo dulu. Bahkan engkau menginginkanku kembali dan ingin selalu ada untukku.

Aku memintamu untuk menantiku, walau aku tahu itu sulit bagimu. Aku hanya ingin kita berada di atas cinta yang benar, bukan nafsu. Dan aku ingin engkau membantuku berjuang, karena aku sudah cukup lelah berjuang sendiri dengan terus menantimu saat engkau sudah tak lagi sendiri. Aku ingin engkau menunjukan kesungguhanmu. Siapa dikata cinta itu tanpa syarat, tapi sesungguhnya ia memiliki syarat, yaitu dengan sebuah pembuktian nyata dihadapan Allah, di hadapan orang banyak, bukan hanya sekedar kata. Aku ingin engkau melakukannya sepenuh hatimu.

Engkau mengatakan 'Ya' akan melakukannya. Namun berkali aku harus menemukan hal yang tidak ingin aku temukan. Di sisi lain, engkau membuat pernyataan yang cukup menyat hati sesaat setelah engkau mengutarakan alasan itu, engkau masih tidak bisa terlepas dan rela akan dia yang sudah menjadi mantanmu.

Aku kembali diam dan berkaca diri, "apakah aku pantas untukmu?"
Hidup kembaliku rajut dengan semu.
Jujur saja aku marah, tapi tetap tidak mampu membunuh cinta yang sudah lama aku tikam di dalam hati.
Kini aku semakin menikam cinta itu dan bersikap lebih dingin lagi kepadamu. Itu cara yang aku pilih agar aku bisa kembali memungut puing-puing hatiku yang berkali-kali hancur. Dan untuk menjaga cinta itu tetap suci di tempat semestinya.

Tahukah kamu, aku selalu merindukanmu. Untuk itu ku tulis surat kalbu untuk mu, dan tidak aku sampaikan padamu karena aku tahu engkau pasti enggan membacanya.

Aku membutuhkan waktu, tapi aku selalu menunggumu. Menunggumu dengan batas waktu yang Allah tentukan, yakni ketikan engkau mengucap janji sehidup semati pada wanita lain, mungkin barulah aku akan membuka hatiku untuk selain namamu, terlebih untuk dia yang telah tergoreskan namanya di lauh mahfuzh.
Pintalah aku di sela doa panjang sujudmu, karena selain keluarga dan sahabatku, engkau adalah satu nama lain yang sering aku perbincangkan dengan Allah.
Yang aku tahu, Allah selalu mengetahui dan memberikan yang terbaik untuk aku, kamu, dia, dan kita semua selaku hamba-hamba-Nya. Dan janji Allah itu pasti. Semoga...


Titp Rindu: *R / *RNR / *Rena / *ArenaNur / *RenaNurRiyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar